Senin, 07 Mei 2012

THAHARAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Balakang
Setiap kegiatan Ibadah umat Islam pasti melakukan membersihkan (thaharah) terlebih dahulu mulai dari Wudhu, Mandi ataupun tayyamum dan tak banyak umat Islam sendiri belum mengerti ataupun sudah mengerti tapi dalam praktiknya menemui sebuah masalah ataupun keraguan atas hal yang menimpanya. Disini kami ingin membahas serta mengulas lagi tentang hal tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Fiqih ?
2. Apa Syarat,Rukun,sunah, ataupun hal yang bisa membatalkan wudhu?
3. Apakah peng
ertian Mandi?
4. Apa Syarat,Rukun,sunah mandi?
5. Apakah pengertian Tayammum?
6. Apa sajakah syarat,sebab,rukun,sunah tayammum?
7. Apa pengertian Najis, Hadats dan tingkatannya ?
C.     Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Tayyamum
2. Untuk mengetahui lebih detail tentang tayammum
3. Untuk mengetahui pengertian mandi
4. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Mandi
5. Untuk mengetahui lebih dalam tentang tayammum

D.    Metode Penyusunan
Kita menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan buku – buku yang direkomendasikan serta mengkaji dan mencuplik makalah yang telah kita kaji.
BAB II
THAHARAH
A.     Pengertian Fiqh
Fiqh artinya faham atau tahu. Menurut istilah yang digunakan para ahli fiqh (fuqaha), fiqh ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syari’at Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yangg berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqh itu ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam yang bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dalil-dalil Syar’i yang lain; setelah diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaedah-kaedah Ushul Fiqh. Dengan demikian, fiqh merupakan formulasi dari Al-Qur’an dan Sunnah yang berbentuk hukum amaliyah yang akan diamalkan oleh ummatnya. Hukum itu berbentuk amaliyah yang akan diamalkan oleh setiap mukallaf (Mukallaf artinya orang yang sudah dibebani/diberi tanggungjawab melaksanakan ajaran syari’at Islam dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, dan sudah masuk Islam).
Hukum Mempelajari Fiqh
Mempelajari fiqh mempunyai dua hukum, yaitu fardhu 'ain dan fardhu kifayah. Fardhu 'ain (wajib bagi setiap individu) mempelajari hal-hal yang dibebankan kepada setiap Muslim. Seperti mempelajari tata cara bersuci, shalat, puasa, dan lain-lain. Sedangkan mempelajari selain itu hukumnya adalah fardhu kifayah (wajib bagi sebuah komunitas Muslim, yang jika sebagian sudah melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban itu bagi yang lainnya. Tetapi jika tak ada satupun yang melaksanakannya maka keseluruhan anggota komunitas tersebut menanggung dosa), seperti mempelajari tata cara pengurusan jenazah, fiqh politik, dan lain-lain.
 Sumber-sumber hukum fiqh
Fiqh adalah produk ijtihad para ulama. Mereka menyarikan hukum-hukum fiqh tersebut dari sumber-sumbernya, yaitu:
v     Al-Qur'an.
v     Hadits, yaitu ucapan, perilaku, ketetapan dan sifat-sifat yang dinisbatkan kepada nabi Muhamad saw. Namun tidak semua hadits dapat dijadikan dalil atau sumber pengambilan hukum. Sebab hanya hadits-hadits yang diyakini berasal dari Rasulullah saw atau mempunyai indikasi kuat berasal darinyalah yang dapat dijadikan pedoman.
v     Ijma', yaitu kesepakatan seluruh ulama-ulama mujtahid pada suatu masa tentang sebuah hukum.
v     Qiyas, yaitu menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada di dalam Al-Qur'an dan hadits dengan hukum sesuatu yang di atur dalam Al-Qur'an dan hadits karena adanya persamaan kedua hal tersebut. Contoh Al-Qur'an menyebutkan bahwa minuman keras adalah haram. Ekstasi adalah barang baru yang tidak disebut dalam Al-Qur'an maupun hadits. Karena ekstasi bisa menimbulkan efek yang sama dengan minuman keras (memabukkan dan menghilangkan akal), maka hukumnya disamakan dengannya yaitu haram.      
Ruang lingkup bahasan fiqh
Sesuai dengan definisi fiqh diatas maka seluruh perbuatan dan perilaku manusia merupakan pokok bahasan ilmu fiqh. Ruang lingkup yang demikian luas ini biasanya dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
a)      Thaharah, yaitu hal ihwal bersuci, baik dari najis maupun dari hadats.
b)      Ibadah, yang berisi tentang tata cara beribadah seperti sholat, puasa, zakat dan haji.
c)      Muamalat, yang membahas tentang bentuk-bentuk transaksi dan kegiatan-kegiatan ekonomi.
d)     Munakahat, yaitu tenatang pernikahan, perceraian dan soal-soal hidup berumah tangga.
e)      Jinayat, yang mengulas tentang perilaku-perilaku menyimpang (mencuri, merampok, zina dan lain-lain) dan sangsinya
f)       Faraidh, yang membahas tentang harta warisan dan tata cara pembagiannya kepada yang berhak.
g)      Siyasat, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan aktifitas politik, peradilan, kepemimpinan dan lain-lain.
Kerana rumusan fiqh itu berbentuk hukum hasil formulasi para ulama yang bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad, maka urutan dan luas pembahasannya bermacam-macam. Setelah kegiatan ijtihad itu berkembang, muncullah imam-imam madzhab yang diikuti oleh murid-murid mereka pada mulanya, dan selanjutnya oleh para pendukung dan penganutnya. Di antara kegiatan para tokoh-tokoh aliran madzhab itu, terdapat kegiatan menerbitkan topik-topik (bab-bab) pembahasan fiqh. Menurut yang umum dikenal di kalangan ulama fiqh secara awam, topik (bab) pembahasan fiqh itu adalah empat, yang sering disebut Rubu’:
-
Rubu’ ibadat;
-
Rubu’ muamalat;
-
Rubu’ munakahat; dan
-
Rubu’ jinayat.

B.     Pengertian Thaharah
¡      Menurut bahasa artinya bersih ( nadlafah ), suci ( nazahah ) terbebas ( khulus ) dari kotoran ( danas ).
¡      Menurut istilah artinya melenyapkan sesuatu yang ada di tubuh, pakaian, dan tempat yang menjadi hambatan bagi pelaksanaan shalat dan ibadah lainnya menurut tuntunan syariat Islam.

C.     Dasar Hukum Thaharah
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Taala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).
Allah juga berfirman, “Dan, pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Mudatstsir: 4).
Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci salat adalah bersuci.” Dan sabdanya, “Salat tanpa wudu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR Muslim).
Dalil tentang Thaharah :
¡     Q.S. Al- Baqarah : 222
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
    Artinya : “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri”.
¡     Hadits Nabi
لاَ يَقْبَلُ الله ُصَلاَة ًبِغَيْرِ طَهُوْرًا. ( رواه المسلم)
     Artinya: “ Allah tidak menerima shalat seseorang yang     tidak dalam keadaan suci”. (H.R. Muslim)
D.     Macam-macam Thaharah

v            Thaharah Batin adalah membersihkan diri dari berbagai macam kemusyrikan dan kemaksiatan .
 >> menguatkan tauhid dan beramal shalih

v            Thaharah Lahir adalah bersuci dari kotoran, hadats dan najis-najis.
 >> berwudhu’, mandi atau tayamum (ketika sedang tidak ada air),
serta membersihkan najis dari pakaian, badan, dan tempat shalat.

Tata Cara Thaharah Lahir :

a.       Menggunakan air: asal hukum air adalah suci dan menyucikan dari segala hadats dan kotoran meskipun sudah berubah rasa, warna atau baunya oleh sebab sesuatu yang bersih. Akan tetapi apabila perubahan air itu disebabkan oleh benda najis, maka hukumnya menjadi najis (tidak bisa lagi digunakan bersuci).
Air yang dapat dipakai bersuci adalah air bersih dari laut atau air yang keluar dari bumi dan belum dipakai, yaitu air sumur, air sungai, air telaga, air hujan, air embun dan air salju. Ditinjau dari hukumnya, air dibagi menjadi empat, yaitu :
v     Air Mutlak, yaitu air suci yang dapat dipakai mensucikan, karena belum berubah sifat (warna, rasa dan bau) nya.
v     Air Musyammas, yaitu air suci yang dapat dipakai mensucikan, namun makruh digunakan. Misalnya air bertempat dilogam yang bukan emas, karena terkena panas matahari.
v     Air Musta'mal, yaitu air suci tetapi tidak dapat dipakai untuk mensucikan karena sudah dipakai untuk bersuci, meskipun air tersebut tidak berubah warna, rasa dan baunya.
v     Air Mutanajis, yaitu air yang terkena najis, dan jumlahnya kurang dari dua kullah (216 liter). Karenanya air tersebut tidak suci, dan tidak dapat dipakai mensucikan. Akan tetapi jika lebih dari dua kullah serta tidak berubah warna, rasa dan baunya, maka bisa digunakan untuk bersuci.
Ada satu macam air lagi yang suci dan dapat digunakan untuk mensucikan, namun haram dipakai yaitu air yang diperoleh dengan cara ghasab (yakni mengambil tanpa ijin pemiliknya atau mencuri).
b.       Menggunakan debu yang suci: sebagai ganti dari thaharah dengan menggunakan air, dikarenakan sebab – sebab tertentu yang dibenarkan oleh syari’at.

E.     Hikmah Thaharah
  • Thaharah termasuk tuntunan fitrah. Fitrah manusia cenderung kepada kebersihan dan membenci kotoran serta hal-hal yang menjijikkan.
  • Memelihara kehormatan dan harga diri. Karena manusia suka berhimpun dan duduk bersama. Islam sangat menginginkan, agar orang muslim menjadi manusa terhormat dan punya harga diri di tengah kawan-kawannya
  • Memelihara kesehatan. Kebersihan merupakan jalan utama yang memelihara manusia dari berbagai penyakit, karena penyakit lebih sering tersebar disebabkan oleh kotoran. Dan membersihkan tubuh, membasuh wajah, kedua tangan, hidung dan keudua kaki sebagai anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung dengan kotoran akan membuat tubuh terpelihara dari berbagai penyakit
  • Beribadah kepada Allah dalam keadaan suci. Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat dan orang-orang yang bersuci.
F.      Tata Cara Bersuci dari Najis dan Hadas

1.             Hadats adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak sah melakukan ibadah tertentu seperti shalat.
Macam-macam Hadats :

1)Hadats Kecil: segala sesuatu yang membatalkan wudhu.
         Contoh: Kentut, Kencing, buang air besar, dll.

2)Hadats Besar: sesuatu yang menyebabkan mandi besar.
          Contoh: Mimpi basah, bersetubuh, dll.

2.             Najis adalah sesuatu yang datang dari dalam diri (tubuh) manusia ataupun dari luar manusia; yang dapat menyebabkan tidak sahnya badan, pakaian, atau tempat untuk dipakai beribadah.
Najis menurut tingkatannya dibagi menjadi tiga, yaitu :
1)      Najis Mukhaffafah (ringan) adalah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun, dan belum makan sesuatu kecuali air susu ibunya. Cara menghilangkannya cukup diperciki air pada tempat yang terkena najis tersebut.
2)      Najis Mutawashitha (Sedang) adalah segala sesuatu yang keluar dari dubur/qubul manusia atau binatang, barang cair yang memabukkan, dan bangkai (kecuali bangkai manusia, ikan laut dan belalang) serta susu, tulang dan bulu dari hewan yang haram dimakan.
Najis ini terbagi atas dua jenis, yaitu :
ü      Najis 'ainiyah yaitu najis yang berwujud (tampak dan dapat dilihat). Misalnya kotoran manusia atau binatang.
ü      Najis hukmiyah yaitu najis yang tidak berwujud (tidak tampak dan tidak terlihat), seperti bekas air kencing dan arak yang sudah mengering. Cara membersihkan Najis Muthawashithah cukup dibasuh tiga kali agar sifat-sifat najis (yakni warna, rasa dan bau) nya hilang.
3)      Najis Mughalladhah (Berat) adalah najis yang disebabkan oleh jilatan anjing dan babi. Cara menghilangkannya harus dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
            Selain tiga macam najis diatas, masih terdapat satu najis lagi yaitu : najis Ma'fu (Najis yang dima'afkan) antara lain nanah atau darah yang cuma sedikit, debu atau air dari lorong-lorong yang memercik sedikit dan sulit dihindarkan.
Macam-macam Najis :
1. Tahi manusia
Berdasarkan sabda nabi Muhammad Sollallohu'alaihi wasallam :
اذا وطئ احدكم بنعليه الاذى، فان التراب له طهور
"Jika sendal salah seorang diantara kalian menginjak kotoran, maka tanah/debu sebagai menyuci baginya." Hadits sahih riwayat Abu Dawud : 385.

2.Air kencing manusia
Berdasarkan hadits nabi :
أن أعربياً بال فى المسجد فقام إلية بعض القوم , فقال النبي صلي الله علية وسلم (دعوه لا تزرموه) فلما فرغ دعا بدلو من ماء فصبة علية
Dari hadits Anas bin Malik radhiyallohu'anhu, bahwasannya seorang arab badui datang ke masjid kemudian kencing di dalamnya, maka berdirilah para sahabat hendak menghentikannya. Namun Rasulullah saw bersabda : "Biarkanlah dia dan jangan mengganggunya " , hingga setelah selesai sang badui menunaikan hajatnya maka Rasulullah saw meminta air kemudian di siramkan ke bekas kencing tersebut. HR Bukhari (6025) Muslim (284).

3.Madzi
Madzi adalah air bening lekat-lekat yang keluar dari kemaluan ketika syahwat, keluar dengan tidak memancar dan tidak menyebabkan badan menjadi lemas setelahnya, terkadang keluar tanpa disadari. ini terjadi baik pada pria dan wanita
Madzi adalah najis, berdasarkan sabda Rasulullah saw kepada sahabat yang bertanya mengenai madzi : 
"قال النبي صلي الله علية لمن سألة عن المذي " يغسل ذكرة ويتوضي
Nabi bersabda : "Hendaknya ia mencuci dzakarnya kemudian berwudhu" HR Bukhari (269) Muslim (303).

4. Wadi
Wadi adalah air bening pekat yang biasa keluar setelah buang air kecil, dan ini juga najis menurut kesepakatan ulama.
عن بن عباس قال " المني والودي والمذي ، اما المني فهو الذي منة الغسل وأما الودي والمذي فقال أغسل ذكرك أو مذاكيرك وتوضئ وضوءك للصلاة "
“Dari sahabat Ibn 'Abbas radhiyallohu'anhu berkata " Mani, wadi, dan madzi. Adapun mani maka mewajibkannya mandi, adapun wadi dan madzi maka ia ( Rasulullah ) berkata cucilah dzakarmu kemudian berwudhulah sebagaimana wudhumu ketika hendak sholat." HR Baihaqi dan disahihkan Al Albani dalam kitab sahih sunan abu dawud (190).

5.Darah haid
Darah menstruasi adalah najis berdasarkan hadits Asma' :
قالت جاءت أمرأة إلي النبي صلي الله علية وسلم فقالت إحدانا يصيب ثوبها دم الحبيض كيف تصنع ؟ فقال " تحتة ثم تقرصة بالماء ثم تنضحة ثم تصلي فية"
“Seorang sahabat datang kepada Rasulullah saw bertanya " Pakaian salah seorang dari kami terkena darah haid, maka apa yang harus ia perbuat ?, Rasulullah saw menjawab : "Hendaknya ia mengeriknya, kemudian mencucinya dengan air, kemudian (tidak apa-apa) ia shalat dengannya".HR Bukhari (227) Muslim (291).

Dari hadits diatas dapat kita ketahui bagaimana cara membersihkan pakaian dari darah haidh.

6.Kotoran binatang yang tidak dapat dimakan dagingnya.
Berdasarkan hadits :
عن عبدالله بن مسعود قال أراد النبي صلي الله علية وسلم أن يتبرز فقال " ائتني بثلاثة أحجار " فوجد له حجرين وروثة (حمار) فأمسك الحجرين وطرح الروثة وقال هي رجس"
“Dari sahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallohu'anh berkata : Nabi Muhammad saw hendak buang hajat, kemudian memerintahkanku " Datangkan kepadaku 3 buah batu", maka aku hanya mendapati 2 batu dan routsah (kotoran himar), maka beliau mengambil batunya dan membuang routsah sembari berkata " Dia itu rijs (najis)". HR Bukhari (156).
               
7. Air liur anjing.
Air liur anjing adalah najis, berdasarkan Sabda Rasulullah saw :
طهور إناء أحدكم إذا ولغ فية الكلب أن يغسلة سبع مرات أولاهن بالتراب
"Sucinya tempat air kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, dan yang paling pertama dengan menggunakan debu (tanah)". HR Muslim (279).

8. Daging Babi
Daging babi selain haram juga najis, berdasarkan firman Allah dalam Al Qur'an :
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu rijs (najis) atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". QS Al An'am : 145.

9. Bangkai
Bangkai yaitu hewan yang mati dengan sendirinya tanpa disembelih dengan alat secara syar'i. Maka ia najis dengan kesepakatan ulama berdasarkan hadits :
"Jika kulit (bangkai) telah disamak maka ia telah suci" . HR Muslim (366)

Kecuali 3 bangkai berikut, maka tidak najis :
1. Ikan dan belalang. Karena Rasulullah saw telah bersabda:
أحلت لنا ميتتان ودمان : أما الميتتان فالسمك , والجراد , وأما الدمان , فالكبد والطحال
"Telah dihalalkan kepada kami dua bangkai dan dua darah, adapun dua bangkai yaitu bangkai ikan dan belalang, dan dua darah yaitu hati dan limpa " Hadits sahih riwayat Ibnu Majah (3218,3314).

2. Bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir di tubuhnya.
إذا وقع الذباب في شراب أحدكم فليغمسه ثم لينتزعه فإن في إحدى جناحية داء وفي الأخرى شفاء
"Jika minuman salah seorang diantara kalian dihinggapi lalat maka hendaknya ia celupkan lalat itu kedalam minumannya kemudian menbuangnya, karena sesungguhnya pada salah satu sisi sayapnya (lalat) itu mengandung penyakit dan pada sisi yang lain terdapat penawarnya." HR Bukhari (3320).

3. Tulang, tanduk, kuku, dan bulu bangkai. maka tidaklah najis.
Berdasarkan riwayat dari Imam Bukhari dari Imam Az Zuhri secara mu'allaq namun dengan sighat Jazm sehingga haditsnya menjadi sahih :
قال الزهري – في عظام الميتة نحو الفيل وغيره – أدركت ناساً من سلف العلماء يمتشطون بها ويدهنون فيها ، لا يرون به بأسً"
"Berkata Imam Az Zuhri : "Aku mendapati ulama salaf bersisir dan berminyak dengannya. mereka tidak mempermasalahkannya."

10. Apa-apa yang terpotong dari anggota badan hewan sedangkan ia masih hidup. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
ماقطع من البهيمة وهي حية فهو ميتة
"Apa-apa yang terpotong dari binatang ternak sedang ia masih hidup maka itu adalah bangkai" HR Tirmidzi (1480), Abu Dawud (2858), Ibn Majah (3216).

11. Air liur binatang buas atau binatang yg dagingnya haram dimakan.
Ketika Rasulullah saw ditanya mengenai air yang berada di tempat terbuka, dan air bekas minum binatang buas, beliau bersabda : 
إذا كان الماء قلتين لم يحمل الخبث
"Jika air tersebut lebih 2 qullah maka tidang mengandung najis" Hadits Sahih Abu Dawud (63).

Kecuali kucing, maka bekas minumnya suci, berdasarkan sabda Rasulullah saw mengenai kucing : 
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم في الهرة: "إنها ليست بنجس إنها من الطوافين عليكم والطوافات"
"Sesungguhnya dia tidaklah najis,dan sesungguhnya dia adalah termasuk binatang yang biasa berkeliaran diantara kalian." Sahih HR Imam Ahmad (5/303).

12. Daging hewan yang tidak dapat dimakan (haram).
;أن اللّه تعالى ورسوله ينهاكم عن لحوم الحمر الأهلية، فإنها رجس
"Sesungguhnya Alloh dan RasulNya melarang kalian dari daging himar (keledai) yang jinak, karena sesungguhnya dia itu najis" HR Muslim (1940).

G.     Tayammum
a)       Pengertian
Tayammum adalah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci.Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudhu jika seseoarang yang akan melaksanakan shalat tidak menemukan air untuk berwudhu .

b)      Syarat – syarat Tayammum
Seseoarang dibolehkan untuk bertayammum jika:
§         Islam
§         Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu.
§         Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila  
                   menggunakan air akan kambuh sakitnya.
§           Telah masuk waktu shalat.
§           Dengan debu yang suci.
§           Bersih dari Haid dan Nifas

c)      Sebab – sebab disyari’atkannya Tayammum
Adapun sebab – sebab disyari’atkannya tayammum adalah :
·         Tidak ada air untuk dipakai bersuci.
·         Tidak mampu menggunakan air atau dalam keadaan membutuhkan air.


d)     Rukun Tayammum
1)      Niat:
Nawaitut-tayammuma li istibaahatish-shalaati fardhal lillaahi ta’aalaa.
Artinya: “Aku berniat bertayammum untuk dapat mengerjakan shalat, fardhu karena Allah.”
2)      Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan.
3)      Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah.
4)      Memindahkan debu kepada anggota yang diusap.
5)      Tertib

e)      Sunat Tayammum
·         Membaca basmalah
·         Menghadap ke arah kiblat
·         Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri
·         Menipiskan debu
·         Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku
·         Membaca doa ketika selesai tayamum

f)       Hal – hal yang membatalkan Tayammum
·         Segala hal yang membatalkan wudhu
·         Melihat air sebelum shalat, kecuali yang bertayammum karena sakit
·         Murtad, keluar dari Islam
Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum.
Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadats hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
g)      Sebab / Alasan Melakukan Tayamum
1)      Dalam perjalanan jauh
2)      Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit.
3)      Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan.
4)      Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan.
5)      Air yang ada hanya untuk minum.
6)      Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat.
7)      Pada sumber air yang ada memiliki bahaya.
8)      Sakit dan tidak boleh terkena air
H.     Wudhu
a.       Pengertian
Wudhu (Arab: الوضوء al-wuū’) adalah salah satu cara mensucikan anggota tubuh dengan air. Seorang muslim diwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan shalat. Berwudhu bisa pula menggunakan debu yang disebut dengan tayammum .
Dan secara garis umum diartikan , wudhu adalah mensucikan diri dari segala hadast kecil sesuai dengan aturan syariat islam .
b. Syarat – syarat Wudhu
Syarat – syarat wudhu dibagi menjadi tiga bagian :
1. Syarat Wajib wudhu : adalah syarat yang mewajibkan orang mukallaf untuk berwudhu, dimana apabila syarat itu atau sebagian padanya hilang, ia tidak wajib melakukan wudhu.
Syarat wajib wudhu adalah :
1) Baligh (Dewasa)
2) Masuknya waktu shalat.
3) Bukan orang yang mempunyai wudhu.
4) Mampu melaksanakan wudhu.

2. Syarat Sah wudhu
Antara lain :
1) Air yang digunakan itu adalah thahur (mensucikan).
2) Orang yang berwudhu itu Mumayyiz
3) Tidak terdapat pengahalang yang dapat mengahalangi sampainya air ke anggota wudhu yang hendak dibasuh.
3. Syarat Wajib dan Sahnya sekaligus
Adapun syarat wajib dan sahnya sekaligus, antara lain:
1) Akil
2) Sucinya perempuan dari darah haid dan nifas.
3) Tidak tidur atau lupa
4) Islam
c. Rukun Wudhu
Antara lain :
1. Niat
2. Membasuh / mengusap anggota wajib wudhu.

Dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.
Dari ayat diatas dapat kita simpulkan bahwa anggota wajib wudhu antara lain:
·                    Seluruh bagian muka
·                    Kedua tangan sampai kedua siku – siku
·                    Kepala, baik seluruhnya maupun sebagian dari padanya
·                    Kedua kaki sampai dengan kedua mata kaki
3. Tertib
d. Sunnat Wudhu
Adapun sunatnya wudhu ada 10 perkara yaitu :
1. Membaca Basmallah pada permulaanya
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangannya
3. Berkumur sesudah membasuh kedua telapak tangan
4. Meratakan didalam mengusap kepala
5. Mengusap bagian kedua telinga
6. Memasukan air kedalam selah – selah rambut jenggot
7. Memasukan air pada selah – selah jari kedua tangan dan kaki
8. Mendahulukan anggota wudhu yang kanan daripada yang kiri
9. Mengulang tiga kali pada setiap anggota yang dibasuh atau diusap
10. Sambung – menyambung
e. Hal – hal makruh dalam Wudhu
Adapun hal – hal yang makruh dalam wudhu adalah berlebih – lebihan dalam menuangkan air, misalnya , sampai lebih dari cukup dan ini apabila air tersebut mubah (boleh dipakai) atau milik orang yang berwudhu itu sendiri. Jika air itu jelas hanya tersedia untuk wudhu, seperti air yang tersedia dimasjid, maka menggunakanya dengan berlebih – lebihan adalah haram.
f. Hal- hal yang membatalkan Wudhu
Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan wudhu, diantaranya adalah:
1. Keluar sesuatu dari dua pintu (kubul dan dubur) atau salah satu dari keduanya baik berupa kotoran, air kencing , angin, air mani atau yang lainnya.
2. Hilangnya akal, baik gila, pingsan ataupun mabuk.
3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim.
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan bathin telapak tangan, baik milik sendiri maupun milik orang lain. Baik dewasa maupun anak-anak.
5. Tidur, kecuali apabila tidurnya dengan duduk dan masih dalam keadaan semula (tidak berubah) .
I.        Mandi
a. Pengertian Mandi Besar
Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat.
b. Hal – hal yang mewajibakan Mandi
1) Mengeluarkan air mani baik disengaja maupun tidak sengaja
2) Melakukan hubungan seks / hubungan intim / bersetubuh
3) Selesai haid / menstruasi
4) Melahirkan (wiladah) dan pasca melahirkan (nifas)
5) Meninggal dunia yang bukan mati syahid
Bagi mereka yang masuk dalam kategori di atas maka mereka berarti telah mendapat hadats besar dengan najis yang harus dibersihkan. Jika tidak segera disucikan dengan mandi wajib maka banyak ibadah orang tersebut yang tidak akan diterima Allah SWT .
c. Rukun – rukun Mandi
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan selama mandi karena wajib untuk dilakukan :
1. Membaca niat : “Nawaitul ghusla lirof’il hadatsil akbari fardlol lillaahi ta’aalaa” yang artinya “AKu niat mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar fardlu karena Allah”.
2. Membilas/membasuh seluluh badan dengan air (air mutlak yang mensucikan) dari ujung kaki ke ujung rambut secara merata.
3. Hilangkan najisnya bila ada .
d. Sunat – sunat mandi
Berikut ini adalah hal-hal yang boleh-boleh saja dilakukan (tidak wajib hukum islamnya) :
1) Sebelum mandi membaca basmalah.
2) Membersihkan najis terebih dahulu.
3) Membasuh badan sebanyak tiga kali
4) Melakukan wudhu/wudlu sebelum mendi wajib
5) Mandi menghadap kiblat
6) Mendahulukan badan sebelah kanan daripada yang sebelah kiri
7) Membaca do’a setelah wudhu/wudlu
8) Dilakukan sekaligus selesai saat itu juga (muamalah).

e. Mandi sunat
1) Mandi untuk Shalat jum’at
2) Mandi untuk Shalat hari raya
3) Sadar dari kehilangan kesadaran akibat pingsan, gila, dbb
4) Muallaf (baru memeluk/masuk agama islam)
5) Setelah memendikan mayit/mayat/jenazah
6) Saat hendak Ihram
7) Ketika akan Sa’i
8) Ketika hendak thawaf
9) dan lain sebagainya
f. Hal- hal yang haram dilakukan oleh orang yang junub sebelum melakukan mandi
Bagi seseorang yang sedang dalam keadaan junub diharamkan melakukan suatu perbuatan yang bersifat syar’iyah yang tergantung pada wudhu sebelum orang tersebut mandi besar.

























BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
                   Berdasarkan dari uraian materi diatas yang telah diungkapkan pada halaman sebelumnya, maka dapat disimpulkan :
¡     Menurut bahasa thaharah artinya bersih ( nadlafah ), suci ( nazahah ) terbebas ( khulus ) dari kotoran ( danas ).
¡     Menurut istilah artinya melenyapkan sesuatu yang ada di tubuh, pakaian, dan tempat yang menjadi hambatan bagi pelaksanaan shalat dan ibadah lainnya menurut tuntunan syariat Islam.
Macam-macam thaharah :
v            Thaharah Batin adalah membersihkan diri dari berbagai macam kemusyrikan dan kemaksiatan .
 >> menguatkan tauhid dan beramal shalih
v            Thaharah Lahir adalah bersuci dari kotoran, hadats dan najis-najis.
 >> berwudhu’, mandi atau tayamum (ketika sedang tidak ada air),
serta membersihkan najis dari pakaian, badan, dan tempat shalat.
Hikmah thaharah :
  • Thaharah termasuk tuntunan fitrah. Fitrah manusia cenderung kepada kebersihan dan membenci kotoran serta hal-hal yang menjijikkan.
  • Memelihara kehormatan dan harga diri. Karena manusia suka berhimpun dan duduk bersama. Islam sangat menginginkan, agar orang muslim menjadi manusa terhormat dan punya harga diri di tengah kawan-kawannya
  • Memelihara kesehatan. Kebersihan merupakan jalan utama yang memelihara manusia dari berbagai penyakit, karena penyakit lebih sering tersebar disebabkan oleh kotoran. Dan membersihkan tubuh, membasuh wajah, kedua tangan, hidung dan keudua kaki sebagai anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung dengan kotoran akan membuat tubuh terpelihara dari berbagai penyakit.
  • Beribadah kepada Allah dalam keadaan suci. Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat dan orang-orang yang bersuci.
B. Saran
                   Pemakalah menyarankan bagi pembaca agar dapat memahami pengertian thaharah dan dasar hukum thaharah, serta pembaca dapat mengetahui tata cara bersuci dan bertayamum yang benar. Bagi pembaca dan mahasiswa lain yang ingin mengetahui dan memahami lebih dalam lagi mengenai materi ini, maka dapat menjadikan makalah ini sebagai referensi. Pemakalah juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini selanjutnya.


























DAFTAR PUSTAKA

Ar-Rabiah,DR. Abdul Aziz. 2001.Kemudahan dalam Islam, Jakarta: Pustaka Azzam.

M. Uwaidah, Syaikh Kamil. 1998. Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Drs. H. Moh. Rifai. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra.

Drs. A. Munir, Drs. Sudarsono, SH. M,Si. 2001. Dasar-dasar Agama Islam, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Wahidi, Muhammad. 2009. Fisika Sholat, Jakarta: Al-Huda.









 
http://sunnah24jam.wordpress.com/1-bab-thaharah-bersuci/hikmah-thaharah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar