Senin, 07 Mei 2012

transplantasi tubuh, transfusi darah dan bank ASI


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Balakang
Pada zaman sekarang telah banyak orang yang melakukan transplantasi tubuh, transfusi darah, dan bank ASI tanpa memperhatikan kaidah-kaidah yang bertlaku dalam Islam. Mereka lebih mengutamakan keuntungan pribadinya karena mereka senang melakukan tindakan yang bersifat komersial. Oleh karena itu, Penulis mencoba memaparkan beberapa penjelasan yang berkaitan dengan transplantasi tubuh, transfusi darah, dan bank ASI dalm kaidah Islam.
B.  Rumusan Masalah
1.      Pengertian transplantasi tubuh, transfusi darah, dan bank ASI
2.      Tujuan transplantasi tubuh dan transfusi darah secara medis
3.      Hukum transplantasi berdasarkan kondisi si donor dalam syari’at Islam
4.      Hukum transfusi darah dan realitas fenomena sosial hari ini
5.      Hukum bank ASI dalam syari’at Islam dikaitkan dengan kemaslahatan dan implikasinya terhadap perkawinan
C.  Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui hukum transplantasi tubuh, transfusi darah dan bank ASI, serta untuk memenuhi penilaian terhadap tugas individu pada mata kuliah Fiqh Kontemporer.
D.  Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan buku – buku yang direkomendasikan serta mengkaji dan mencuplik makalah yang telah penulis kaji.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Transplantasi Tubuh, Transfusi Darah, dan Bank Asi
1.      Transplantasi Tubuh
Transplantasi tubuh merupakan pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati  dengan prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
2.      Transfusi Darah
Transfusi darah yaitu memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Transfusi darah ini dilakukan dengan bantuan para medis / ahli di tempat yang telah ditentukan, misalnya rumah sakit, PMI, an sebagainya.
3.      Bank ASI
Bank ASI merupakan lembaga yang menyimpan ASI untuk disalurkan kepada bayi/balita yang membutuhkan.
B.     Tujuan Transplantasi Tubuh dan Transfusi Darah Secara Medis
Secara medis, tujuan transplantasi tubuh atau yang biasa disebut dengan pencangkokan ini adalah untuk menyelamatkan jiwa pasien, yang apabila dilakukan pengobatan medis biasa (umum), maka akan menghilangkan harapan pasien untuk bertahan hidup lebih lama lagi.
Sedangkan transfusi darah bertujuan untuk menyelamatkan jiwa orang yang kekurangan darah pada saat dilakukannya operasi atau pengobatan secara medis.
C.    Hukum Transplantasi berdasarkan Kondisi si Donor dalam Syari’at Islam
Transplantasi tubuh yang dilakukan dari donor yang dalam keadaan hidup sehat, dalam  Masyfuk Zuhdi, Masail Fqihiyyah (1994:86), Islam tidak membenarkannya (melarang) karena :
1.      Firman ALLAH dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 195 yang artinya : “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” Ayat ini mengingatkan manusia agar tidak gegabah dalm berbuat sesuatu yang berakibat fatal bagi dirinya meskipun bertujuan kemanusiaan.
2.      Kaidah hukum Islam : menghindari kerusakan/resiko didahulukan atas menarik kemaslahatan. Misalnya, menolong orang lain dengan cara mengorbankan dirinya sendiri yang berakibat fatal bagi dirinya tidak dibolehkan dalam Islam.
Transplantasi tubuh yang dilakukan dari donor yang dalam keadaan koma atau hamper meninggal, dalam  Masyfuk Zuhdi, Masail Fqihiyyah (1994:86), Islam pun  tidak membenarkannya (melarang) karena :
1.      Menurut hadist Rasulullah saw  yang diriwayatkan oleh Malik dari Amar bin Yahya, yang artinya : “Tidak boleh membikin mudharat pada dirinya dan tidak boleh pula membikin mudharat pada orang lain.”
2.      Manusia wajib berikhtiar untuk menyembuhkan penyakitnya demi mempertahankan hidupnya tanpa mempercepat kematian orang lain.
Transplantasi tubuh yang dilakukan dari donor yang meninggal, dalam  Masyfuk Zuhdi, Masail Fqihiyyah (1994:86), Islam membenarkannya dengan syarat :
1.      Resipien dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya.
2.      Pencangkokan tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih gawat bagi resipien.
D.    Hukum Transfusi Darah dan Realitas Fenomena Sosial Hari Ini
Masalah transfusi darah yaitu memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang memerlukannya, misalnya untuk anggota keluarga sendiri, maupun diserahkan pada palang merah atau bank darah untuk disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.
Penerima sumbangan darah tidak disyariatkan harus sama dengan donornya mengenai agama/kepercayaan, suku bangsa, dsb. Karena menyumbangkan darah dengan ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan (mandub) oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah: “dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah:32). Jadi, boleh saja mentransfusikan darah seorang muslim untuk orang non muslim dan sebaliknya, demi menolong dan saling menghargai harkat sesama umat manusia. Sebab Allah sebagai Khalik alam semesta termasuk manusia berkenan memuliakan manusia, sebagaimana firman-Nya: “dan sesungguhnya Kami memuliakan anak cucu Adam (manusia).” (QS. Al-Isra:70). Maka sudah seharusnya manusia bisa saling menolong dan menghormati sesamanya.
Namun, untuk memperoleh maslahat (efektivitas positif) dan menghindari mafsadah (bahaya/risiko), baik bagi donor darah maupun bagi penerima sumbangan darah, sudah tentu transfusi darah itu harus dilakukan setelah melalui pemeriksaan yang teliti terhadap kesehatan keduanya, terutama kesehatan pendonor darah; harus benar-benar bebas dari penyakit menular, seperti AIDS dan HIV. Penyakit ini bisa menular melalui transfusi darah, suntikan narkoba, dll.
Jelas bahwa persyaratan dibolehkannya transfusi darah itu berkaitan dengan masalah medis, bukan masalah agama. Persyaratan medis ini harus dipenuhi, karena adanya kaidah-kaidah fiqih seperti: “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya itu harus dihilangkan/ dicegah). Misalnya bahaya penularan penyakit harus dihindari dengan sterilisasi, dsb., “Ad-Dhararu La Yuzalu Bidharari Mitslihi” (Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lain). Misalnya seorang yang memerlukan transfusi darah karena kecelakaan lalu lintas atau operasi, tidak boleh menerima darah orang yang menderita AIDS, sebab bisa mendatangkan bahaya lainnya yang lebih fatal. Dan Kaidah “La Dharara wa La Dhirar” (Tidak boleh membuat mudarat kepada dirinya sendiri dan tidak pula membuat mudarat kepada orang lain). Misalnya seorang pria yang terkena AIDS tidak boleh kawin sebelum sembuh. Demikian pula seorang yang masih hidup tidak boleh menyumbangkan ginjalnya kepada orang lain karena dapat membahayakan hidupnya sendiri. Kaidah terakhir ini berasal dari hadits riwayat Malik, Hakim, Baihaqi, Daruquthni dan Abu Said al-Khudri. Dan riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan Ubadah bin Shamit.
Adapun hubungan antara donor dan resipien, adalah bahwa transfusi darah itu tidak membawa akibat hukum adanya hubungan kemahraman antara donor dan resipien. Sebab faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemahraman sudah ditentukan oleh Islam sebagaimana tersebut dalam An-Nisa:23, yaitu: Mahram karena adanya hubungan nasab. Misalnya hubungan antara anak dengan ibunya atau saudaranya sekandung, dsb, karena adanya hubungan perkawinan misalnya hubungan antara seorang dengan mertuanya atau anak tiri dan istrinya yang telah disetubuhi dan sebagainya, dan mahram karena adanya hubungan persusuan, misalnya hubungan antara seorang dengan wanita yang pernah menyusuinya atau dengan orang yang sesusuan dan sebagainya.
Selain, masalah hukum donor dan transfusi darah, di lapangan juga muncul praktik jual beli darah baik dilakukan secara resmi oleh pihak PMI maupun ilegal oleh oknum. Bahkan tidak jarang secara personal terjadi transaksi jual-beli darah. Menurut sumber pegiat donor darah, hingga kini dampak kekurangan stok darah, terus berimbas ke hal lain, salah satunya merupakan praktik jual beli darah. Yang masih kerap terjadi di daerah-daerah seperti Medan dan Jakarta. Alasannya, praktik penjualan darah terjadi karena terjadi ketimpangan antara suplai dan kebutuhan darah. Kekurangan pasokan darah di Palang Merah Indonesia (PMI) biasanya terjadi terutama saat bulan puasa. Karena pada saat itu sangat sedikit orang yang mendonorkan darahnya. Biasanya mereka yang menjual darah kepada orang atau keluarga pasien yang membutuhkan sudah menunggu di depan kantor PMI. Ketika darah yang dibutuhkan tidak ada, ada orang yang menjual darah menawarkan diri menjadi pendonor.
E.     Hukum Bank Asi dalam Syari’at Islam dikaitkan dengan Kemaslahatan dan Implikasinya terhadap Perkawinan
Perbedaan pandangan ulama terhadap beberapa masalah penyusuan, mengakibatkan mereka berbeda pendapat di dalam menyikapi munculnya Bank ASI:
Pendapat Pertama menyatakan bahwa mendirikan bank ASI hukumnya boleh. Salah satu alasannya: Bayi tidak bisa menjadi mahram bagi ibu yang disimpan asinya di bank ASI karena susuan yang mengharamkan adalah jika dia menyusu langsung. Sedangkan dalam kasus ini, sang bayi hanya mengambil ASI yang sudah dikemas.
Pendapat Kedua menyatakan hukumnya haram. Menimbang dampak buruknya menyebabkan tercampurnya nasab dan mengikuti pendapat jumhur yang tidak membedakan antara menyusu langsung atau lewat alat. Majma’ al Fiqh al Islami (OKI) dalam Muktamar yang diselenggarakan di Jeddah pada tanggal1-6 Rabi’u at Tsani 1406 H memutuskan bahwa pendirian Bank ASI di negara-negara Islam tidak dibolehkan, dan seorang bayi muslim tidak boleh mengambil ASI darinya.
Pendapat Ketiga menyatakan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, diantaranya:  setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI harus disimpan di tempat khusus dengan meregistrasi nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang mengkonsumsi ASI tersebut harus dicatat detail dan diberitahukan kepada pemilik ASI supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.




















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

                 Berdasarkan uraian materi yang telah diungkapkan pada halaman sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa
1.      Transplantasi tubuh menurut hokum Islam hukumnya boleh dengan beberapa syarat tertentu.
2.      Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang memerlukannya, misalnya untuk anggota keluarga sendiri, maupun diserahkan pada palang merah atau bank darah untuk disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.
3.      Sebaiknya tidak usah didirikan Bank ASI selama hal tersebut tidak darurat. Karena bank ASI mempunyai dampak buruk, yaitu : Pertama,Terjadinya percampuran nasab, jika distribusi ASI tersebut tidak diatur ini secara ketat. Kedua, Pendirian Bank ASI memerlukan biaya yang sangat besar, terlalu berat ditanggung oleh negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Ketiga, ASI yang disimpan dalam Bank, berpotensi untuk terkena virus dan bakteri. Kualitas ASI juga bisa menurun drastis, jika dibandingkan dengan ASI yang langsung dihisap bayi dari ibunya. Keempat, kekhawatiran munculnya fenomena mengkomersilkan ASI dengan harga tinggi sebagai ganti susu formula.  Kelima, Ibu-ibu wanita karir yang super, akan semakin malas menyusui anak-anak mereka, karena bisa membeli ASI dari Bank dengan harga berapapun. Wallahu A’lam
4.      Membuat Bank Air Susu Ibu (ASI) dan Donor ASI tidak ada larangan dalam Islam, selagi pencatatannya yang memberi dan menerima jelas. Selain itu secara medis ibu pendonor harus sehat, seiman dan dari ibu yang memiliki jenis kelamin anak yang sama  serta yang paling penting suami
B. Saran

                 Penulis menyarankan bagi pembaca agar dapat memahami hukum transplantasi tubuh, transfuse darah, dan bank ASI dalam agama Islam dan per-UU-an. Bagi pembaca dan mahasiswa lain yang ingin mengetahui dan memahami lebih dalam lagi mengenai materi ini, maka dapat menjadikan makalah ini sebagai referensi. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini selanjutnya.




















DAFTAR PUSTAKA

Masyfuk Zuhdi, Masail Fqihiyyah, Jakarta: Haji Masagung, 1994

Tihami, MA. dan Sohari Sahrani, Masail Al Fiqhiyah, Jakarta: Diadit Media,2007

Admin.2011.Bank ASI Diperbolehkan dalam Islam.http://lkc.eramuslim.com/wp/bank-asi-diperbolehkan-dalam-islam/. Diakses pada 4 April 2012.

Dr. Ahmad Zain, 2011. Hukum Bank ASI. http://www.arrisalah.net/kolom/2011/01/hukum-bank-asi.html. Diakses pada 4 April 2012.

            Dr. Setiawan Budi Utomo. 2009. Donor dan Transfusi Darah serta Hukum Bisnis Stok Darah. http://www.dakwatuna.com/2009/08/3662/donor-dan-transfusi-darah-serta-hukum-bisnis-stok-darah/. Diakses pada 2 April 2012.


Teguh Mujiarto, SPd.  2012. Donor Darah dalam Perspektif Islam. http://www.dakwatuna.com/2012/02/18830/donor-darah-dalam-perspektif-islam/#ixzz1qsNVlIXn. Diakses pada 2 April 2012.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar